Jumat, 03 Desember 2010

Puisi,, mewakili kata hati

Pandang memagut sejuta bayang haru
Hatiku menjerit mendengar tangisanmu
Selaksa kabut bergayut dikelopak matamu
Sejuta rasa berbaur tanpa irama tanpa nada, sendu
Tabah, sabar, sedih, haru, berbaur menyatu
Nak, ia telah pergi ke pangkuan Ilahi…
Tak kembali walau tuk sekali
Ia telah tiada tapi usah kau lara
Sedu sedanmu hanya kan sia-sia
Tak cukup kata tuk buatnya kembali ada
Kokoh tubuhnya berganti, ringkih dimakan usia
Hitam rambutnya berbaur uban menyela
Sinar matanya tetap tajam walau kian redup
Semua demi kita,… ya, demi kita, agar tetap bertahan hidup
Dua puluh empat tahun berselang
Dua puluh empat tahun yang tak mungkin diulang
Dua puluh empat tahun ia terbaring menyisakan belulang
Dua puluh empat tahun ia pergi tanpa pernah melihatmu pulang
Ia tiada namun semangatnya tetap menyala didada
Ia pergi namun mimpi-mimpinya selalu menyertai
***
Kemarin, kupulang bersiul riang
Ingin kukabarkan padamu aku tlah temukan belahan jiwaku
Namun, kau tak kujumpa…hanya bunda yang kusua
Calon mantumu, bakal ibu dari cucu yang kau rindu tak sempat kau beri restu
Tapi, aku tahu, kau pasti setuju pilihanku
Sejenak ku pergi
Mungkin hampir sepuluh menit tinggalkan monitor ini
Ku menjerit… ya, menjerit walau dihati
Air mata tak mampu kubendung, berderai tiada henti
Sesak nafasku menahan rasa
Kelu lidahku menelan luka
Berat dadaku terhimpit duka
Isak tangisku tertahan
Tak lagi mampu kutahan
Yah…
Anakmu datang ke peraduanmu
Mengumandangkan doa pada-Nya dipusaramu
Semoga Ia terima amal dan ibadahmu
Tak sempat kukecup kerutan didahimu
Tak pernah ku usap keriput ditanganmu
Tak sekalipun kusandarkan kepalaku didadamu
Kurindu bibirmu menyentuh ubun-ubun kepalaku
Ya Allah kuatkan hatiku, ampuni dosa ayah ibuku
Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar